Politik
Gol Bunuh Diri Ganjar Pranowo

Oleh: JAMES LUHULIMA
Ternyata, Ganjar Pranowo bukanlah Satria Piningit yang digadang-gadang akan menjadi Presiden Indonesia. Sikapnya, yang terang-terangan menolak kesebelasan sepak bola U-20 Israel bermain di Indonesia menunjukkan bahwa ia hanyalah seorang politisi biasa, jauh dari sikap yang seharusnya ditunjukkan oleh seorang negarawan.
Sebagai orang yang difavoritkan menjadi calon Presiden, seharusnya ia telah memiliki kapasitas sebagai seorang negarawan. Ia bahkan menegaskan penolakan itu dilakukan karena ia memegang teguh amanat Bung Karno untuk terus mendukung kemerdekaan Palestina. Ia sama sekali tidak berusaha meneliti kebenaran klaim itu.
Pernahkah Presiden Soekarno menyebutkan soal kemerdekaan Palestina dari Israel? Kemerdekaan Palestina dari Israel baru diperjuangkan setelah Presiden Soekarno ditumbangkan oleh Presiden Soerharto pada 12 Maret 1967. Itu yang pertama.

Ganjar Pranowo. Foto: liputan6.com
Yang kedua, mengapa Ganjar Pronowo yang digambarkan sebagai calon favorit Presiden 2024-2029 tidak dapat mengambil sikap sebagai seorang negarawan. Kan, ia bisa saja mengambil sikap seperti yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi, yang mengatakan bahwa keikutsertaan tim sepak bola Israel dalam Piala Dunia U-20 tidak terkait dengan konsistensi sikap politik luar negeri Indonesia yang selalu mendukung kemerdekaan Palestina. Jika sikap itu dapat ditunjukkan oleh Ganjar Pranowo, itu kan jauh lebih elegan.
Pada saat yang sama, juga disayangkan bahwa Presiden Jokowi baru mengeluarkan sikap itu setelah keadaan menjadi runyam sehingga terlambat menyelamatkan posisi Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Mungkin saja, jika sejak awal Jokowi mengambil sikap itu, Indonesia bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, dan Ganjar tidak sempat membuat blunder. Sayangnya dalam kehidupan nyata tidak dikenal pengandaian.
Uniknya, ketika Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 setelah dicoret FIFA, Ganjar Pranowo pun seperti tidak tahu bagaimana harus bersikap, alias bingung. Menolak tim sepak bola Israel, tetapi mengaku kecewa karena Piala Dunia U-20 tak jadi digelar di Indonesia.
Israel tak diundang
Penyelenggaraan Asian Games pada tahun 1962 di Jakarta, Israel tidak diundang, karena Indonesia khawatir jika Israel diundang, maka negara-negara Arab yang berlokasi di Asia tidak mau hadir. Oleh karena, sejak berdirinya Israel tahun 1948, keberadaannya selalu dimusuhi negara-negara Arab, antara lain, Mesir, Yordania, Suriah, Lebanon, Irak, Maroko, Yemen dan Arab Saudi.
Hal yang sama juga berlaku untuk Taiwan. Indonesia tidak mengundang Taiwan karena khawatir Tiongkok berang. Apalagi, Indonesia memang menganut kebijakan luar negeri satu China.
Pada tahun 1962 itu, Palestina sama sekali belum menjadi pertimbangan dalam memutuskan untuk tidak mengundang Israel. Namun, itulah politik. Dibuatlah skenario bahwa seakan-akan tidak diundangnya Israel karena masalah Palestina. Atau, dalam kesempatan lain, juga digambarkan bahwa Palestina termasuk salah satu negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Padahal pada saat itu, negara Israel saja belum terbentuk, apalagi Palestina yang sampai saat ini belum pernah menjadi negara.
Pada tahun 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara, satu negara Yahudi dan satu negara Arab. Adapun Yerusalem ditetapkan sebagai kota internasional yang ditangani oleh PBB.
Liga Arab dan Komite Tinggi Arab menolak tawaran PBB untuk membagi wilayah Paslestina menjadi dua. Sedangkan bangsa Yahudi menerima tawaran itu, dan langsung memproklamasikan kemerdekaan negara Israel pada tanggal 14 Mei 1948. Besoknya, Israel langsung diperangi oleh gabungan lima negara Arab, yakni Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon, dan Irak. Maroko, Sudan, Yemen, dan Arab Saudi membantu dengan mengirimkan tentara.
Perang itu berlangsung selama satu tahun. Di akhir perang itu, Israel mendapatkan wilayah Yerusalem Barat. Yordania menganeksasi Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Sementara Mesir menguasai Jalur Gaza.
Pada bulan Juni 1967, Israel melakukan pre-emptive strike (mendahului menyerang sebelum diserang) terhadap Mesir, yang dikenal dengan Perang Enam Hari. Dalam perang enam hari itu, Israel berperang melawan Mesir, Yordania dan Suriah.
Seluruh wilayah Palestina yang tadinya dikuasai oleh Yordania dan Mesir dikuasai Israel. Setelah itu, barulah masalah Palestina menuntut kemerdekaannya dari Israel. Sebelum perang enam hari bulan Juni 1967, Palestina belum menuntut kemerdekaan dari Israel karena wilayahnya masih dikuasai Yordania dan Mesir.
Dan, pada bulan Juni 1967, kekuasaan Presiden Soekarno sudah berpindah tangan ke Presiden Soeharto. Soeharto menjadi Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967. Jika mengklaim bahwa Presiden Soekarno menolak Israel karena ”menjajah” Palestina silakan dicek pada pidato-pidato Presiden Soekarno, pernahkah dia menyebut kata Palestina, apalagi jika dikaitkan dengan Israel. Jujurlah pada sejarah…
JAMES LUHULIMA
Wartawan Senior
Politik
Kritik Megawati Menjadi Peringatan Dini bagi Masyarakat

JAKARTA, BLALAK—Pernyataan Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri tentang sikap penguasa saat ini ingin seperti penguasa di masa Orde Baru perlu menjadi perhatian bersama. Pernyataan itu juga menandakan kondisi bangsa ini sedang dalam bahaya, sebab ada upaya sistematis menghancurkan demokrasi melalui jalur konstitusi.
“Saya menilai pernyataan Megawati itu sebagai respon atas kondisi politik terkini. Pidato tersebut menyiratkan kekecewaan, kegelisahan dan tanggung jawab moral terhadap kondisi demokrasi kita yang terpuruk. Ini peringatan dini bagi kita setelah melihat kejadian belakangan ini,” kata Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Akibat kejutan politik
Dia meyakini, pernyataan Megawati pada sebagai respon atas kejutan-kejutan politik yang terjadi belakangan ini. Sejumlah kejadian yang muncul di luar nalar politik sehingga pidatonya menurut semiotika politik juga bisa diartikan sebagai bentuk kekecewaan, kegelisahan.
Apalagi, statusnya sebagai Presiden ke-5 RI tentu memiliki tanggung jawab moral untuk menanggapi atau merespons situasi yang terjadi. Memang tidak bisa dipungkiri saat ini terjadi preseden buruk yang mengarah pada era Orde Baru.
“Dari peristiwa-peristiwa politik atau preseden politik yang terjadi, ada arah ke sana. Bahwasanya ada proses-proses di mana terjadinya intervensi politik atau penguasa terhadap suprastruktur politik lainnya atau lebih pada lembaga-lembaga negara,” tegas Herry.
Pemilu saat ini dibayang-bayangi dengan isu netralitas aparat penegak hukum hingga mobilisasi aparatur negara untuk mendukung dan memenangkan pasangan calon tertentu. “Saya kira ini adalah suatu preseden yang bisa diasosiasikan dengan insiden-insiden politik yang ada di era Orde Baru,” jelas Herry.

Megawati Soekarnoputri
Ada fakta
Sementara itu, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos menilai pernyataan Megawati ada benarnya jika berkenaan dengan kemunduran demokrasi. Ada sejumlah kejadian yang mulai mencederai demokrasi.
Namun demikian, belum sampai pada pengulangan pada apa yang terjadi di era Orde Baru. “Saat ini masih ada kebebasan berpendapat. Masih ada kebebasan pers, juga ada oposisi,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengungkapkan kekesalannya kepada situasi politik saat ini. “Mestinya Ibu nggak perlu ngomong gitu, tapi sudah jengkel. Karena apa, Republik ini penuh dengan pengorbanan, tahu tidak? Mengapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru,” kata Megawati di Jakarta.
Pada pidato lainnya, Megawati mengajak masyarakat tetap menggunakan hak pilihnya. Dan bijaksana menggunakan hak pilihnya. “Kalau mau memilih pemimpin apa sih yang dilihat? Jangan hanya supaya dia nyoblos. Pilihlah yang baik yang bisa memimpin yang menaungi semuanya. Yang track record politiknya bukan hanya teori tapi punya pengalaman,” ucap Megawati.
Kekecewaan beralasan
Pengamat Politik dari Universitas Negeri Veteran Jakarta Danis TS mengatakan pidato Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri bukan tanpa alasan. “Sangat bisa dibenarkan, karena kondisi pemilu 2024 memang sangat berbeda, benturan politik dan kepentingan yang sangat kuat namun semuanya sangat berhati-hati untuk menjaga stabilitas politik dan negara,” Kata Danis .
Sikap Mega yang kritis, mencerminkan isi hati, kegundahannya melihat situasi politik hari ini. “Dinamika masyarakat dan juga elit politik kita terasa sangat anomali,” sebut Danis.
Retaknya hubungan Megawati dengan Presiden Jokowi, menurut Danis, membawa perubahan besar di partai berlambang Banteng ini. “Di tengah berbagai kontrovensi, elektabilitas Ganjar – Mahfud melemah, banyak relawan dan kader yang berpindah,” ungkap Danis.
Pekerjaan rumah bagi PDIP cukup berat untuk memenangkan banteng di tengah maraknya penyelewengan kekuasaan dan penggunaan alat-alat negara pada pemilu kali ini. “Pertanyaan penting adalah sejauhmana ibu Megawati ,PDIP dan koalisi serius melakukan perlawanan politik?” ujar Danis.
Pria yang juga menjabat Direktur Eksekutif Indodata ini menjelaskan, ada beberapa opsi dapat dilakukan PDIP sebagai upaya politik perlawanan yang dilakukannya. Menarik semua menteri PDIP dan koalisi dari Kabinet. Menyusun koalisi baru pasca pemilihan putaran pertama, jika Ganjar-Mahfud masuk putaran kedua.
Semua timnya harus bersiap menerima semua kelompok Anies, dan jika sebaliknya semua harus masuk dan bergabung dengan koalisi Amien. Danis percaya baik PDIP maupun koalisi lain memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga ketentraman bangsa. (*)
editor: RED
Politik
Pro Desa Jadi Identitas Politik Pasangan Ganjar-Mahfud

JAKARTA, BLALAK — Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai para capres-cawapres akan memanfaatkan masa kampenye ini untuk menegaskan isu-isu yang menjadi kekuatan. Isu ini menjadi gimik politik sekaligus alat untuk menaikkan elektabilitas dan branding yang kemudian menjadi identitas politik.
“Kalau menurut saya ini style masing-masing capres-cawapres. Isu-isu yang mereka bangun dan bawa ya sesuai dengan tema,” kata Herry Mendrofa di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Sempurnakan
Kendati demikian, yang terpenting dalam narasi kampanye program setiap paslon adalah substansi. “Misalnya, Mas Ganjar berbicara tentang desa. Tentunya itu perlu kontinuitas. Apa yang telah terjadi dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait desa, dana desa dan lainnya apakah akan dilanjutkan dan disempurnakan?” tambahnya.
Konsentrasi pasangan Ganjar-Mahfud pada isu desa, menurut dia, menjadi upaya untuk memunculkan citra dan identitas sebagai capres pro desa. “Ganjar kalau fokus ke desa ya itu perlu terus digarap. Saya kira itu wajar saja seandainya menjadi gimik politik sekaligus identitas presiden itu ke depan,” tegasnya.

Calon Presiden Ganjar Pranowo saat kampanye di wilayah Papua Selatan. Foto: Arsip
Herry menambahkan Ganjar-Mahfud MD juga membawa semangat untuk melanjutkan perkara yang baik dari pemerintahan saat ini. “Dan itu kontinuitas. Ini prinsip. Bagaimana yang terbaik dari Presiden Jokowi itu dilanjutkan oleh Ganjar-Mahfud MD,” sambungnya.
Herry menuturkan masa kampanye ini akan menjadi peneguhan identitas politik dari setiap paslon yang selama ini masih belum terbaca publik. “Selama ini kita mungkin bisa lihat belum tampak capres atau cawapres arahnya ke mana, konsen ke mana, spesialisasi di mana,” ujarnya.
Minim dampak
Di tempat terpisah, pakar otonomi daerah Prof. Dr Djohermansyah Djohan mengingatkan bahwa membangun Indonesia dari desa membutuhkan komitmen yang besar. Jika melihat empirik, praktek yang terjadi di masa pemerintah Presiden Jokowi, dua periode, hasilnya jauh panggang dari api.
Dalam catatannya, Program Dana Desa senilai 1 milyar per desa sejak 2015 sampai dengan Maret 2021 hanya mampu menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 1,11 persen. “Jadi, memberi bantuan dana saja tidak cukup dalam pembangunan. Harus ada penguatan kapasitas tata kelola pemerintah dan pembangunan desa,“ ujarnya.
Seberapapun banyaknya dana desa, jika pengelolaannya buruk pasti akan menguap, dan tidak memberi manfaat bagi warga desa. “Tata kelola dan pembangunan harus kita siapkan, jadi pengelolaan uang perlu akuntabel, transparan. Kelolanya dengan penuh manfaat bagi masyarakat desa, bukan bagi elit desa, kepala dan perangkatnya,“ tegasnya.
Dia mengusulkan agar Desa bisa kembali pada kearifan lokal masing-masing. Menggunakan sistem musyawarah mufakat, dan memenuhi kebutuhannya tanpa arahan berlebih dari pusat.
“Pengucuran dana desa dari pusat Rp 1 miliar sudah ditandai untuk ini-itu. Padahal, kebutuhan di desa itu tidak ada. Mereka lebih membutuhkan pupuk, perbaikan jembatan rusak agar anak sekolah tidak gelantungan, kan desa yang tahu,” jelasnya.
Calon presiden Ganjar Pranowo memulai kampanye politiknya di sebuah Desa di Merauke. Dia ingin menyampaikan pesan kuat bahwa pasangan Ganjar-Mahfud menjadi desa sebagai sentra pembangunan nasional. (*)
editor: RED
Politik
Mahfud Janji Tingkatkan Kesejahteraan Guru Ngaji

JAKARTA, BLALAK–Hari pertama putaran kampanye, Selasa (28/11/2023), calon wakil presiden Mahfud MD tampil di hadapan ribuan massa di wilayah Aceh. Dia berjanji akan meningkatkan kesejahteraan guru mengaji dan tenaga pendidik keagamaan agar bisa setara dengan guru lain.
“Kami sudah mencantumkan program unggulan untuk Aceh, yaitu Program Unggulan Guru Ngaji. Program itu akan menghitung secara cermat, menyediakan secara sungguh-sungguh dana untuk para Ustadz” kata Mahfud.
Dengan meningkatnya kesejahteraan bagi guru ngaji, Mahfud berharap program ini akan berkotribusi pada pembangunan moral dan karakter anak-anak Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Program nasional
Sementara itu, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengungkapkan program unggulan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yakni Dana Guru Ngaji merupakan hal yang bagus. Program ini merupakan keberlanjutan dari program Ganjar Pranowo saat masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah.
“PPP meminta Ganjar Pranowo – Mahfud MD mengalokasikan APBN untuk insentif guru keagamaan setiap tahun. Keberhasilan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah dalam mengangkat derajat guru keagamaan harus bisa menjadi program nasional,” terang sosok yang akrab disapa Awiek itu.
Menurutnya, Di Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengalokasikan anggaran Rp247 miliar per tahun melalui APBD Provinsi Jateng untuk insentif guru keagamaan baik muslim maupun nonmuslim. Insentif itu untuk memberikan penghargaan kepada guru informal seperti guru mengaji, guru madrasah diniyyah yang selama ini tidak mendapatkan perhatian negara.
Padahal mereka telah mendidik generasi muda melalui penanaman akhlak, moral, budi pekerti, sehingga mampu membentuk pribadi yang berintegritas. Karena itu, Awiek menegaskan keberhasilan Ganjar di Jawa Tengah hanya bisa berlaku nasional jika Ganjar-Mahfud memenangi Pilpres 2024. “Itu memang kita titipkan dari awal ke Ganjar-Mahfud. Inisiasi dari PPP,” pungkasnya.

Calon Wakil Presiden Mahfud MD berkampanye di Aceh, Selasa (28/11/2023).
Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Prof Kacung Marijan mendorong pasangan calon presiden dan calon wakil presiden memahami akar masalah di dunia pendidikan sebelum menggelontorkan program.
Termasuk komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan guru mengaji dan guru agama lain. “Ya, saya sih nantinya positif. Hanya, semua calon harus memahaminya secara komprehensif, tidak parsial,” ujar Prof Kacung.
Serba terbatas
Isu pendidikan, menurut dia, sangat kompleks, sehingga perlu komitmen serius untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia. “Mulai kualitas pendidikan, sarana prasarana yang terbatas, sampai kualitas pendidiknya juga terbatas,” sebut Prof Kacung.
Maka dari itu, jika para paslon berani bicara kesejahteraan para guru, dia berharap bukan hanya guru agama saja. ”Apa pun jenis gurunya, agama atau bukan,” imbuh Prof Kacung.
Para Paslon perlu melihat keadaan di lapangan, seperti apa ‘Pahlawan Tanda Jasa’ bekerja, mengabdikan diri pada bangsa. Mendengar cerita dan harapan para guru sehingga nantinya melahirkan kebijakan yang berkelanjutan.
Dalam hal kontestasi dan elektoral, isu kesejahteraan guru menjadi hal yang seksi. Karena terkait dengan Nasib jutaan orang. Untuk itu, para calon pemimpin jangan sekedar melempar janji, namun akan menepatinya saat mereka berkuasa. “ Siapapun pemenangnya, ya memang harus berusaha merealisasikannya,” tandas Prof Kacung. (*)
editor: RED
-
Cyling2 tahun ago
Several of Our Belongings Were Stolen in Iran
-
Perjalanan2 tahun ago
Catatan Royke Lumowa (8): Tiba di Bangkok Setelah Sebulan Kayuh dari Jakarta
-
Perjalanan2 tahun ago
Royke Lumowa Gowes Jakarta-Paris demi Bumi Sehat
-
Royke Lumowa Gowes Jakarta Paris3 tahun ago
Royke Lumowa, Doktor Gunung Botak
-
Cyling8 bulan ago
Terpanggil Menyusuri Waduk Jatiluhur
-
Perjalanan2 tahun ago
Catatan Royke Lumowa (14): Pekan Paling Bahagia di Tibet
-
Perjalanan1 tahun ago
Catatan Royke Lumowa: Saya Tuntaskan Bersepeda Jakarta-Paris
-
Perjalanan2 tahun ago
Catatan Royke Lumowa (17): Ketika Anak Sekolah di India “Keroyok” Saya