Politik
Kiprah Orang Palembang (3): “Wong Kito Galo” Selalu Beruntung

Oleh: JANNES EUDES WAWA
Era reformasi telah berlangsung 25 tahun. Sudah empat presiden memimpin pemerintahan yang lahir melalui lima kali pemilihan umum demokratis. Lebih menarik lagi adalah hampir semua kabinet yang terbentuk selalu ada orang Palembang. Mereka selalu menunjukkan kemampuan bekerja yang optimal.
Saat pemerintahan Presiden Megawati pada 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004, terpilih Hatta Rajasa menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi. Lelaki kelahiran tahun 1953 ini merupakan putra asli Palembang.
Taufiq Kiemas
Dalam pemerintahan ini ada pula suami Megawati yakni Taufiq Kiemas yang juga putra asli Wong Kito Galo. Lelaki kelahiran Muara Enim, Sumatera Selatan ini memiliki peran yang besar dalam pemerintahan tersebut.

Orang Palembang yang berkiprah di panggung nasional selama 25 tahun era reformasi.
Taufiq di mata para koleganya merupakan sosok politisi yang jujur, sederhana dan mampu membangun relasi yang baik dengan semua kalangan. Dia juga memiliki kepedulian yang tinggi dan kemampuan merangkul sesama yang luar biasa, termasuk generasi muda tanpa membedakan aliran politik.
Taufiq selalu membawa diri dengan sangat baik sehingga mampu menjadi jembatan yang strategis dalam menghubungkan pemerintah dengan pelbagai pihak di tingkat nasional. Itu sebabnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla melukiskan Taufiq Kiemas sebagai negarawan yang berpikir kebangsaan tanpa memberi sekat di antara anak bangsa.
Bahkan, dalam banyak kesempatan Taufiq menginginkan semua golongan, termasuk partai politik bersatu. Dia memiliki kepedulian yang besar kepada regenerasi kepemimpinan bangsa yang kuat.
Hatta Rajasa
Ketika pemerintahan beralih kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama tahun 2004-2009, Hatta Rajasa masuk kabinet lagi. Kali ini dia menjabat sebagai Menteri Perhubungan selama 2004-2007. Setelah itu menjadi Menteri Sekretaris Negara pada 2007-2009. Saat Presiden SBY memimpin periode kedua, yakni tahun 2009-2014, Hatta menjadi Menteri Koordinator bidang Perekenomian.
Hatta merupakan sosok yang sederhana, tetap rendah hati, luwes dalam bergaul dan selalu memiliki visi yang kuat untuk memajukan Indonesia. Dalam banyak kesempatan, Hatta mengungkapkan bahwa almarhumah ibunya selalu berpesan, “Nak, jika kamu berhasil, maka keberhasilan itu bukan karena engkau pandai. Tetapi karena adanya kebaikan orang lain yang membuka jalan untukmu”.
Sang ibu juga selalu mengatakan keberhasilannya juga karena banyaknya orang yang mendoakannya. Puncak karir politik Hatta adalah menjadi calon wakil presiden dari calon presiden Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden tahun 2014.
Dalam pemerintahan SBY juga ada sosok Marzuki Alie yang menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada tahun 2009-2014. Lelaki kelahiran Palembang tahun 1955 ini juga pernah menjadi Sekretaris pemenangan tim SBY-Boediono dalam pemilihan presiden tahun 2009. Sementara itu, Taufiq Kiemas menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) selama tahun 2019 hingga ajalnya pada tahun 2013.
Puan, Budi dan Tito
Masuk ke pemerintahan Presiden Joko Widodo tahun 2014-2019, terpilih Puan Maharani menjadi Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Putri tunggal pasangan Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri ini selama menjabat posisi tersebut disebut-sebut sukses meningkatkan indeks pertumbuhan manusia (IPM) di samping kemiskinan yang lebih rendah.
Kemudian tahun 2016, Presiden Joko Widodo memilih Budi Karya Sumadi menjadi Menteri Perhubungan menggantikan Ignasiun Jonan. Budi adalah putra kelahiran Palembang dan sejak masa kecil hingga remaja hidup di ibukota Provinsi Sumatera Selatan tersebut.
Sosok Budi yang pekerja keras dan professional bertangan dingin dalam memimpin Perusahaan. Kiprahnya mulai mentereng sejak memimpin Badan Usaha Milik Daerah DKI Jakarta, yakni PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Jakarta Propertindo. Dia berhasil mewujudkan proyek-poyek Joko Widodo saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Maka, saat Joko Widodo terpilih menjadi Presiden RI pada pemilu tahun 2014, banyak pihak meyakini Budi Karya Sumadi bakal masuk kabinet. Ternyata tidak. Alumnus SMA Xaverius I Palembang ini malah ditunjuk menjadi Direktur Utama PT Angkasa Pura II (2015-2016). Setelah itu, baru dia dipercayakan menjadi Menteri Perhubungan.
Sosok lain adalah Tito Karnavian. Lelaki kelahiran Palembang pada 26 Oktober 1964 ini tergolong cerdas sejak kecil. Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ditempuh di Sekolah Xaverius Palembang, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas pada SMA 2 Palembang.
Sosok cerdas
Saat di kelas 3 SMA, Tito mengikuti ujian perintis: seleksi masuk perguruan tinggi. Dia mengikuti tes pada Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri), Kedokteran Universitas Sriwijaya, Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada dan Sekolah Tinggi Akutansi Negara. Semuanya lulus, tetapi Tito memilih masuk Akabari Kepolisian.
Selama menjadi polisi, Tito juga terkenal sebagai sosok cerdas, pemberani, dan tegas. Saat berpangkat AKBP, telah memimpin tim Densun 88 yang berhasil melumpuhkan teroris Dr Azahari di Batu, Jawa Timur pada 9 November 2005. Pangkatnya pun naik satu tingkat dan mendapatkan penghargaan dari Kapolri (saat itu) Jendral (Pol) Sutanto.
Tito juga pernah memimpin sebuah tim khusus kepolisian yang berhasil membongkar jaringan teroris pimpinan Nurdin M Top. Atas prestasi itu, pangkatnya pun dinaikkan lagi menjadi Brigadir Jenderal, kemudian diangkat menjadi Kepala Densus 88 Anti Teror Polri.
Setelah itu, karirnya terus menanjak. Menjadi Kapolda Papua, lalu Kapolda Metro Jaya, dan pada 14 Maret 2016 menjadi Kepala Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT). Selang empat bulan berikutnya, yakni 13 Juli 2016 menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia hingga 22 Oktober 2019.
Budi Karya Sumadi dan Tito Karnavian kemudian mendapatkan kepercayaan lagi dari Presiden Joko Widodo pada periode 2019-2024. Budi tetap menjadi Menteri Perhubungan, sementara Tito menjadi Menteri Dalam Negeri.
Sempat pula Edhy Prabowo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Akan tetapi, pria kelahiran Muara Enim tahun 1972 tersebut hanya menjabat hingga 25 November 2020, sebab menjadi tersangka dalam kasus ekspor benur yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di luar kabinet
Di luar itu, masih ada sejumlah sosok penting asal Palembang yang mendapatkan kepercayaan menduduki jabatan penting lainnya. Mereka adalah Kgs Ahmad Badaruddin sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kemudian Puan Maharani yang menjadi Ketua DPR RI.

Jembatan Ampera, ikon Palembang. Foto: arsip jelajah musi
Ada pula Prof Amzulian yang menjadi Ketua Ombudsman Republik Indonesia. Pria kelahiran Musi Rawas, Sumatera Selatan tahun 1964 tersebut merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang.
Agung Sampurna menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lelaki kelahiran Madiun, Jawa Timur tahun 1971 ini menamatkan sekolah dasar hingga SMA di Palembang. Dia juga alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Palembang. Sosok lain adalah Firli Bahuri yang kini menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Beginilah kiprah orang Palembang dalam kancah politik dan pembangunan nasional. Kemampuan sumber daya manusia yang dipunyai selalu berlimpah. Mereka merintis karir dari bawah. Melatih dan menyiapkan diri menjadi pemimpin sejak muda remaja melalui berbagai ajang pembinaan.
Maka, ketika masyarakat dan negara membutuhkan keterlibatannya, mereka sudah siap menerima tanggung jawab untuk melakukan yang terbaik bagi kemajuan bangsanya: bangsa Indonesia. Dalam era reformasi ini, kalangan wong Palembang ini selalu mendapat kesempatan memimpin kementerian dan lembaga negara lainnya, termasuk dalam bidang yudikatif. (bersambung)
Jangan lewatkan!!
Kiprah Orang Palembang (2): Reformasi dan Kebangkitan “Wong Kito Galo”
Politik
Kritik Megawati Menjadi Peringatan Dini bagi Masyarakat

JAKARTA, BLALAK—Pernyataan Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri tentang sikap penguasa saat ini ingin seperti penguasa di masa Orde Baru perlu menjadi perhatian bersama. Pernyataan itu juga menandakan kondisi bangsa ini sedang dalam bahaya, sebab ada upaya sistematis menghancurkan demokrasi melalui jalur konstitusi.
“Saya menilai pernyataan Megawati itu sebagai respon atas kondisi politik terkini. Pidato tersebut menyiratkan kekecewaan, kegelisahan dan tanggung jawab moral terhadap kondisi demokrasi kita yang terpuruk. Ini peringatan dini bagi kita setelah melihat kejadian belakangan ini,” kata Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Akibat kejutan politik
Dia meyakini, pernyataan Megawati pada sebagai respon atas kejutan-kejutan politik yang terjadi belakangan ini. Sejumlah kejadian yang muncul di luar nalar politik sehingga pidatonya menurut semiotika politik juga bisa diartikan sebagai bentuk kekecewaan, kegelisahan.
Apalagi, statusnya sebagai Presiden ke-5 RI tentu memiliki tanggung jawab moral untuk menanggapi atau merespons situasi yang terjadi. Memang tidak bisa dipungkiri saat ini terjadi preseden buruk yang mengarah pada era Orde Baru.
“Dari peristiwa-peristiwa politik atau preseden politik yang terjadi, ada arah ke sana. Bahwasanya ada proses-proses di mana terjadinya intervensi politik atau penguasa terhadap suprastruktur politik lainnya atau lebih pada lembaga-lembaga negara,” tegas Herry.
Pemilu saat ini dibayang-bayangi dengan isu netralitas aparat penegak hukum hingga mobilisasi aparatur negara untuk mendukung dan memenangkan pasangan calon tertentu. “Saya kira ini adalah suatu preseden yang bisa diasosiasikan dengan insiden-insiden politik yang ada di era Orde Baru,” jelas Herry.

Megawati Soekarnoputri
Ada fakta
Sementara itu, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos menilai pernyataan Megawati ada benarnya jika berkenaan dengan kemunduran demokrasi. Ada sejumlah kejadian yang mulai mencederai demokrasi.
Namun demikian, belum sampai pada pengulangan pada apa yang terjadi di era Orde Baru. “Saat ini masih ada kebebasan berpendapat. Masih ada kebebasan pers, juga ada oposisi,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengungkapkan kekesalannya kepada situasi politik saat ini. “Mestinya Ibu nggak perlu ngomong gitu, tapi sudah jengkel. Karena apa, Republik ini penuh dengan pengorbanan, tahu tidak? Mengapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru,” kata Megawati di Jakarta.
Pada pidato lainnya, Megawati mengajak masyarakat tetap menggunakan hak pilihnya. Dan bijaksana menggunakan hak pilihnya. “Kalau mau memilih pemimpin apa sih yang dilihat? Jangan hanya supaya dia nyoblos. Pilihlah yang baik yang bisa memimpin yang menaungi semuanya. Yang track record politiknya bukan hanya teori tapi punya pengalaman,” ucap Megawati.
Kekecewaan beralasan
Pengamat Politik dari Universitas Negeri Veteran Jakarta Danis TS mengatakan pidato Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri bukan tanpa alasan. “Sangat bisa dibenarkan, karena kondisi pemilu 2024 memang sangat berbeda, benturan politik dan kepentingan yang sangat kuat namun semuanya sangat berhati-hati untuk menjaga stabilitas politik dan negara,” Kata Danis .
Sikap Mega yang kritis, mencerminkan isi hati, kegundahannya melihat situasi politik hari ini. “Dinamika masyarakat dan juga elit politik kita terasa sangat anomali,” sebut Danis.
Retaknya hubungan Megawati dengan Presiden Jokowi, menurut Danis, membawa perubahan besar di partai berlambang Banteng ini. “Di tengah berbagai kontrovensi, elektabilitas Ganjar – Mahfud melemah, banyak relawan dan kader yang berpindah,” ungkap Danis.
Pekerjaan rumah bagi PDIP cukup berat untuk memenangkan banteng di tengah maraknya penyelewengan kekuasaan dan penggunaan alat-alat negara pada pemilu kali ini. “Pertanyaan penting adalah sejauhmana ibu Megawati ,PDIP dan koalisi serius melakukan perlawanan politik?” ujar Danis.
Pria yang juga menjabat Direktur Eksekutif Indodata ini menjelaskan, ada beberapa opsi dapat dilakukan PDIP sebagai upaya politik perlawanan yang dilakukannya. Menarik semua menteri PDIP dan koalisi dari Kabinet. Menyusun koalisi baru pasca pemilihan putaran pertama, jika Ganjar-Mahfud masuk putaran kedua.
Semua timnya harus bersiap menerima semua kelompok Anies, dan jika sebaliknya semua harus masuk dan bergabung dengan koalisi Amien. Danis percaya baik PDIP maupun koalisi lain memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga ketentraman bangsa. (*)
editor: RED
Politik
Pro Desa Jadi Identitas Politik Pasangan Ganjar-Mahfud

JAKARTA, BLALAK — Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai para capres-cawapres akan memanfaatkan masa kampenye ini untuk menegaskan isu-isu yang menjadi kekuatan. Isu ini menjadi gimik politik sekaligus alat untuk menaikkan elektabilitas dan branding yang kemudian menjadi identitas politik.
“Kalau menurut saya ini style masing-masing capres-cawapres. Isu-isu yang mereka bangun dan bawa ya sesuai dengan tema,” kata Herry Mendrofa di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Sempurnakan
Kendati demikian, yang terpenting dalam narasi kampanye program setiap paslon adalah substansi. “Misalnya, Mas Ganjar berbicara tentang desa. Tentunya itu perlu kontinuitas. Apa yang telah terjadi dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait desa, dana desa dan lainnya apakah akan dilanjutkan dan disempurnakan?” tambahnya.
Konsentrasi pasangan Ganjar-Mahfud pada isu desa, menurut dia, menjadi upaya untuk memunculkan citra dan identitas sebagai capres pro desa. “Ganjar kalau fokus ke desa ya itu perlu terus digarap. Saya kira itu wajar saja seandainya menjadi gimik politik sekaligus identitas presiden itu ke depan,” tegasnya.

Calon Presiden Ganjar Pranowo saat kampanye di wilayah Papua Selatan. Foto: Arsip
Herry menambahkan Ganjar-Mahfud MD juga membawa semangat untuk melanjutkan perkara yang baik dari pemerintahan saat ini. “Dan itu kontinuitas. Ini prinsip. Bagaimana yang terbaik dari Presiden Jokowi itu dilanjutkan oleh Ganjar-Mahfud MD,” sambungnya.
Herry menuturkan masa kampanye ini akan menjadi peneguhan identitas politik dari setiap paslon yang selama ini masih belum terbaca publik. “Selama ini kita mungkin bisa lihat belum tampak capres atau cawapres arahnya ke mana, konsen ke mana, spesialisasi di mana,” ujarnya.
Minim dampak
Di tempat terpisah, pakar otonomi daerah Prof. Dr Djohermansyah Djohan mengingatkan bahwa membangun Indonesia dari desa membutuhkan komitmen yang besar. Jika melihat empirik, praktek yang terjadi di masa pemerintah Presiden Jokowi, dua periode, hasilnya jauh panggang dari api.
Dalam catatannya, Program Dana Desa senilai 1 milyar per desa sejak 2015 sampai dengan Maret 2021 hanya mampu menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 1,11 persen. “Jadi, memberi bantuan dana saja tidak cukup dalam pembangunan. Harus ada penguatan kapasitas tata kelola pemerintah dan pembangunan desa,“ ujarnya.
Seberapapun banyaknya dana desa, jika pengelolaannya buruk pasti akan menguap, dan tidak memberi manfaat bagi warga desa. “Tata kelola dan pembangunan harus kita siapkan, jadi pengelolaan uang perlu akuntabel, transparan. Kelolanya dengan penuh manfaat bagi masyarakat desa, bukan bagi elit desa, kepala dan perangkatnya,“ tegasnya.
Dia mengusulkan agar Desa bisa kembali pada kearifan lokal masing-masing. Menggunakan sistem musyawarah mufakat, dan memenuhi kebutuhannya tanpa arahan berlebih dari pusat.
“Pengucuran dana desa dari pusat Rp 1 miliar sudah ditandai untuk ini-itu. Padahal, kebutuhan di desa itu tidak ada. Mereka lebih membutuhkan pupuk, perbaikan jembatan rusak agar anak sekolah tidak gelantungan, kan desa yang tahu,” jelasnya.
Calon presiden Ganjar Pranowo memulai kampanye politiknya di sebuah Desa di Merauke. Dia ingin menyampaikan pesan kuat bahwa pasangan Ganjar-Mahfud menjadi desa sebagai sentra pembangunan nasional. (*)
editor: RED
Politik
Mahfud Janji Tingkatkan Kesejahteraan Guru Ngaji

JAKARTA, BLALAK–Hari pertama putaran kampanye, Selasa (28/11/2023), calon wakil presiden Mahfud MD tampil di hadapan ribuan massa di wilayah Aceh. Dia berjanji akan meningkatkan kesejahteraan guru mengaji dan tenaga pendidik keagamaan agar bisa setara dengan guru lain.
“Kami sudah mencantumkan program unggulan untuk Aceh, yaitu Program Unggulan Guru Ngaji. Program itu akan menghitung secara cermat, menyediakan secara sungguh-sungguh dana untuk para Ustadz” kata Mahfud.
Dengan meningkatnya kesejahteraan bagi guru ngaji, Mahfud berharap program ini akan berkotribusi pada pembangunan moral dan karakter anak-anak Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Program nasional
Sementara itu, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengungkapkan program unggulan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yakni Dana Guru Ngaji merupakan hal yang bagus. Program ini merupakan keberlanjutan dari program Ganjar Pranowo saat masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah.
“PPP meminta Ganjar Pranowo – Mahfud MD mengalokasikan APBN untuk insentif guru keagamaan setiap tahun. Keberhasilan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah dalam mengangkat derajat guru keagamaan harus bisa menjadi program nasional,” terang sosok yang akrab disapa Awiek itu.
Menurutnya, Di Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengalokasikan anggaran Rp247 miliar per tahun melalui APBD Provinsi Jateng untuk insentif guru keagamaan baik muslim maupun nonmuslim. Insentif itu untuk memberikan penghargaan kepada guru informal seperti guru mengaji, guru madrasah diniyyah yang selama ini tidak mendapatkan perhatian negara.
Padahal mereka telah mendidik generasi muda melalui penanaman akhlak, moral, budi pekerti, sehingga mampu membentuk pribadi yang berintegritas. Karena itu, Awiek menegaskan keberhasilan Ganjar di Jawa Tengah hanya bisa berlaku nasional jika Ganjar-Mahfud memenangi Pilpres 2024. “Itu memang kita titipkan dari awal ke Ganjar-Mahfud. Inisiasi dari PPP,” pungkasnya.

Calon Wakil Presiden Mahfud MD berkampanye di Aceh, Selasa (28/11/2023).
Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Prof Kacung Marijan mendorong pasangan calon presiden dan calon wakil presiden memahami akar masalah di dunia pendidikan sebelum menggelontorkan program.
Termasuk komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan guru mengaji dan guru agama lain. “Ya, saya sih nantinya positif. Hanya, semua calon harus memahaminya secara komprehensif, tidak parsial,” ujar Prof Kacung.
Serba terbatas
Isu pendidikan, menurut dia, sangat kompleks, sehingga perlu komitmen serius untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia. “Mulai kualitas pendidikan, sarana prasarana yang terbatas, sampai kualitas pendidiknya juga terbatas,” sebut Prof Kacung.
Maka dari itu, jika para paslon berani bicara kesejahteraan para guru, dia berharap bukan hanya guru agama saja. ”Apa pun jenis gurunya, agama atau bukan,” imbuh Prof Kacung.
Para Paslon perlu melihat keadaan di lapangan, seperti apa ‘Pahlawan Tanda Jasa’ bekerja, mengabdikan diri pada bangsa. Mendengar cerita dan harapan para guru sehingga nantinya melahirkan kebijakan yang berkelanjutan.
Dalam hal kontestasi dan elektoral, isu kesejahteraan guru menjadi hal yang seksi. Karena terkait dengan Nasib jutaan orang. Untuk itu, para calon pemimpin jangan sekedar melempar janji, namun akan menepatinya saat mereka berkuasa. “ Siapapun pemenangnya, ya memang harus berusaha merealisasikannya,” tandas Prof Kacung. (*)
editor: RED
-
Cyling2 tahun ago
Several of Our Belongings Were Stolen in Iran
-
Perjalanan2 tahun ago
Catatan Royke Lumowa (8): Tiba di Bangkok Setelah Sebulan Kayuh dari Jakarta
-
Perjalanan2 tahun ago
Royke Lumowa Gowes Jakarta-Paris demi Bumi Sehat
-
Royke Lumowa Gowes Jakarta Paris3 tahun ago
Royke Lumowa, Doktor Gunung Botak
-
Cyling8 bulan ago
Terpanggil Menyusuri Waduk Jatiluhur
-
Perjalanan2 tahun ago
Catatan Royke Lumowa (14): Pekan Paling Bahagia di Tibet
-
Perjalanan1 tahun ago
Catatan Royke Lumowa: Saya Tuntaskan Bersepeda Jakarta-Paris
-
Perjalanan2 tahun ago
Catatan Royke Lumowa (17): Ketika Anak Sekolah di India “Keroyok” Saya