Connect with us

Politik

Manuver Politik Jokowi Perburuk Wajah Demokrasi di Indonesia

Redaksi

Published

on

Share ini

JAKARTA, BLALAK — Pengamat Politik dari Citra Institute, Yusak Farchan mengatakan manuver politik Presiden Jokowi yang lebih mengedepankan kepentingan politik keluarga telah memperburuk wajah demokrasi di Indonesia. Praktek nepotisme dan oligarki seperti ini perlu menjadi perhatian bersama agar kebiasaan buruk tersebut tidak subur berkembang.

Sebagai kepala negara, Jokowi seharusnya dapat menjadi garda terdepan dalam mencegah praktek nepotisme dan oligarki. Manuver Jokowi malah turut menyumbang krisis nilai dan etika yang terjadi dalam lingkaran kekuasaan. Ini yang menjadi keprihatinan kita semua,” ujar Yusak di Jakarta, Senin (13/11/2023).

Kasus skandal Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bukti adanya intervensi pada Putusan 90. Bahkan, Gibran dan koalisi yang terus melaju meski cacat formil. Hal ini membuat wajah simpatik Jokowi berubah. “Ada kecenderungan segelintir orang membajak demokrasi kita untuk kepentingan oligarki,“ kata Yusak.

Yusak Farchan

Dia mengakui, UU memberikan ruang yang longgar bagi praktik politik dinasti.  Tetapi pelembagaan politik dinasti melalui prosedur formal demokrasi (pemilu) justru membuat persoalan menjadi lebih runyam. “Karpet merah’ yang digelar, justru menimbulkan persoalan. Ada apatisme bahwa Pemilu tidak akan berjalan jujur dan adil,” tegas Dekan FISIP Universitas Sutomo tersebut.

Menurut dia, kerusakan demokrasi’ akibat Putusan MK sudah begitu dalam, namun masih ada harapan bahwa Jokowi akan memperbaiki kebijakannya, memperkuat pilar demokrasi. Di ujung kekuasaannya, Presiden Jokowi seharusnya dapat meninggalkan legacy yang baik terkait bagaimana memperkuat pilar-pilar penting demokrasi. Yang terjadi malah memperparah lagi kerusakan tersebut.

Runtuhnya peradaban politik

Sebelumnya, sebanyak 19 tokoh bangsa berkumpul di kediaman KH Ahmad Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus, Minggu (12/11/2023). Mereka menyampaikan ungkapan prihatin atas kondisi demokrasi Indonesia yang terjadi belakangan.

Budayawan Antonius Benny Susetyo yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, menuturkan saat ini yang sarat krisis konstitusi dan demokrasi membutuhkan penyikapan segera yakni  mengembalikan politik pada jalan kebudayaan.

“Gus Mus mengusulkan bagaimana kalau sekarang panglimanya adalah kebudayaan. Dalam kebudayaan ada nilai, ada integritas, kejujuran, kepantasan publik, kepatuhan pada moralitas, kepatuhan pada etika. Itu harus menjadi jalan dalam membangun keadaban berpolitik,” terang sosok yang akrab disapa Romo Benny itu.

Bahkan, esensi politik saat ini telah bergeser dari yang seharusnya. Ketika politik semata-mata hanya kekuasaan dan ekonomi, maka politik kehilangan keadaban publik. Hal itu mengakibatkan eksploitasi nilai-nilai kemanusiaan dan hilangnya aspek martabat manusia.

Keadaban politik tidak memberi ruang pada politik yang menghalalkan segala cara, memanipulasi konstitusi, kemudian menciptakan ketidakharmonisan, menciptakan situasi yang tidak menyenangkan, dan permainan-permainan yang manipulatif.

“Politik jalan kebudayaan itu mengembalikan politik yang adiluhung, berdasarkan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan,” jelasnya.

Menurut dia, praktek politik saat ini sudah sedemikian jauh dari nilai keadaban. Hal itu terlihat dari adanya manipulasi konstitusi. Padahal, konstitusi seharusnya menjadi pengikat dan nilai bersama yang menjadi acuan dalam berpolitik.

“Kita melihatnya ada indikasi, dengan keputusan MK. Di mana mengingkari konstitusi. Kalau mengangkangi konstitusi dan tidak lagi menjadi pijakan otomatis runtuhlah peradaban politik itu,” tegasnya.

Netralitas negara

Selain itu, Romo Benny juga menyoroti isu netralitas. Menurutnya aparat negara harus bersikap adil dan tidak membiarkan diri menjadi alat  untuk memenangkan satu pihak.

“Aparat sebagai penyelenggara negara harus berlaku adil. Artinya mereka tidak boleh menjadi alat untuk kepentingan memenangkan pihak tertentu,” tegasnya.

Aparat negara juga wajib mengambil jarak yang sama dan tidak mengeluarkan peraturan dan kebijakan berat sebelah. “Netralitas itu butuh partisipasi publik untuk mengawasi. Masyarakat harus aktif. Kita juga berharap KPU dan Bawaslu secara aktif mengawasi tentang keluhan dari publik,” sambungnya.

Ia berharap KPU dan Bawaslu juga harus bertindak cepat bila ada sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan, bertentangan dengan netralitas, dan nilai-nilai peradaban demokrasi.

“Jangan sampai KPU dan Bawaslu itu membiarkan itu semua terjadi dan seolah-olah diam membisu. Itu yang membuat publik semakin tidak punya harapan. Dia kan harus aktif terlihat untuk pengawasan. Dia dibayar untuk itu,” pungkasnya.(*)

editor: RED

 

Share ini
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Politik

Kritik Megawati Menjadi Peringatan Dini bagi Masyarakat

Redaksi

Published

on

By

Share ini

JAKARTA, BLALAK—Pernyataan Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri tentang sikap penguasa saat ini ingin seperti penguasa di masa Orde Baru perlu menjadi perhatian bersama. Pernyataan itu juga menandakan kondisi bangsa ini sedang dalam bahaya, sebab ada upaya sistematis menghancurkan demokrasi melalui jalur konstitusi.

“Saya menilai pernyataan Megawati itu sebagai respon atas kondisi politik terkini. Pidato tersebut menyiratkan kekecewaan, kegelisahan dan tanggung jawab moral terhadap kondisi demokrasi kita yang terpuruk. Ini peringatan dini bagi kita setelah melihat kejadian belakangan ini,” kata Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa di Jakarta, Rabu (29/11/2023).

Akibat kejutan politik

Dia meyakini, pernyataan Megawati pada sebagai respon atas kejutan-kejutan politik yang terjadi belakangan ini. Sejumlah kejadian yang muncul di luar nalar politik sehingga pidatonya menurut semiotika politik juga bisa diartikan sebagai bentuk kekecewaan, kegelisahan.

Apalagi, statusnya sebagai Presiden ke-5 RI tentu memiliki tanggung jawab moral untuk menanggapi atau merespons situasi yang terjadi. Memang tidak bisa dipungkiri saat ini terjadi preseden buruk yang mengarah pada era Orde Baru.

“Dari peristiwa-peristiwa politik atau preseden politik yang terjadi, ada arah ke sana. Bahwasanya ada proses-proses di mana terjadinya intervensi politik atau penguasa terhadap suprastruktur politik lainnya atau lebih pada lembaga-lembaga negara,” tegas Herry.

Pemilu saat ini dibayang-bayangi dengan isu netralitas aparat penegak hukum hingga mobilisasi aparatur negara untuk mendukung dan memenangkan pasangan calon tertentu. “Saya kira ini adalah suatu preseden yang bisa diasosiasikan dengan insiden-insiden politik yang ada di era Orde Baru,” jelas Herry.

Megawati Soekarnoputri

Ada fakta

Sementara itu, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos menilai pernyataan Megawati ada benarnya jika berkenaan dengan kemunduran demokrasi. Ada sejumlah kejadian yang mulai mencederai demokrasi.

Namun demikian, belum sampai pada pengulangan pada apa yang terjadi di era Orde Baru. “Saat ini masih ada kebebasan berpendapat. Masih ada kebebasan pers, juga ada oposisi,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengungkapkan kekesalannya kepada situasi politik saat ini. “Mestinya Ibu nggak perlu ngomong gitu, tapi sudah jengkel. Karena apa, Republik ini penuh dengan pengorbanan, tahu tidak? Mengapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru,” kata Megawati di Jakarta.

Pada pidato lainnya, Megawati mengajak masyarakat tetap menggunakan hak pilihnya. Dan bijaksana menggunakan hak pilihnya. “Kalau mau memilih pemimpin apa sih yang dilihat? Jangan hanya supaya dia nyoblos. Pilihlah yang baik yang bisa memimpin yang menaungi semuanya. Yang track record politiknya bukan hanya teori tapi punya pengalaman,” ucap Megawati.

Kekecewaan beralasan

Pengamat Politik dari Universitas Negeri Veteran Jakarta Danis TS  mengatakan pidato Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri bukan tanpa alasan.  “Sangat bisa dibenarkan, karena kondisi pemilu 2024 memang sangat berbeda, benturan politik dan kepentingan yang sangat kuat namun semuanya sangat berhati-hati untuk menjaga stabilitas politik dan negara,”  Kata Danis .

Sikap Mega yang kritis, mencerminkan isi hati, kegundahannya melihat situasi politik hari ini. “Dinamika masyarakat dan juga elit politik kita terasa sangat anomali,” sebut Danis.

Retaknya hubungan Megawati dengan Presiden Jokowi, menurut Danis, membawa perubahan besar di partai berlambang Banteng ini. “Di tengah berbagai kontrovensi, elektabilitas Ganjar – Mahfud melemah, banyak relawan dan kader yang berpindah,” ungkap Danis.

Pekerjaan rumah bagi PDIP cukup berat untuk memenangkan banteng di tengah maraknya penyelewengan kekuasaan dan penggunaan alat-alat negara pada pemilu kali ini. “Pertanyaan penting adalah sejauhmana ibu Megawati ,PDIP dan koalisi serius melakukan perlawanan politik?” ujar Danis.

Pria yang juga menjabat Direktur Eksekutif Indodata ini menjelaskan, ada beberapa opsi dapat dilakukan PDIP sebagai upaya politik perlawanan yang dilakukannya. Menarik semua menteri PDIP dan koalisi dari Kabinet. Menyusun koalisi baru pasca pemilihan putaran pertama, jika Ganjar-Mahfud masuk putaran kedua.

Semua timnya harus bersiap menerima semua kelompok Anies, dan jika sebaliknya semua harus masuk dan bergabung dengan koalisi Amien. Danis percaya baik PDIP maupun koalisi lain memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga ketentraman bangsa.  (*)

editor: RED

Pro Desa Jadi Identitas Politik Pasangan Ganjar-Mahfud

Share ini
Continue Reading

Politik

Pro Desa Jadi Identitas Politik Pasangan Ganjar-Mahfud

Redaksi

Published

on

By

Share ini

JAKARTA, BLALAK — Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai para capres-cawapres akan memanfaatkan masa kampenye ini untuk menegaskan isu-isu yang menjadi kekuatan. Isu ini menjadi gimik politik sekaligus alat untuk menaikkan elektabilitas dan branding yang kemudian menjadi identitas politik.

“Kalau menurut saya ini style masing-masing capres-cawapres. Isu-isu yang mereka bangun dan bawa ya sesuai dengan tema,” kata Herry Mendrofa di Jakarta, Rabu (29/11/2023).

Sempurnakan

Kendati demikian, yang terpenting dalam narasi kampanye program setiap paslon adalah substansi. “Misalnya, Mas Ganjar berbicara tentang desa.  Tentunya itu perlu kontinuitas. Apa yang telah terjadi dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait desa, dana desa dan lainnya apakah akan dilanjutkan dan disempurnakan?” tambahnya.

Konsentrasi pasangan Ganjar-Mahfud pada isu desa, menurut dia, menjadi upaya untuk memunculkan citra dan identitas sebagai capres pro desa. “Ganjar kalau fokus ke desa ya itu perlu terus digarap. Saya kira itu wajar saja seandainya menjadi gimik politik sekaligus identitas presiden itu ke depan,” tegasnya.

Calon Presiden Ganjar Pranowo saat kampanye di wilayah Papua Selatan. Foto: Arsip

Herry menambahkan Ganjar-Mahfud MD juga membawa semangat untuk melanjutkan perkara yang baik dari pemerintahan saat ini. “Dan itu kontinuitas. Ini prinsip. Bagaimana yang terbaik dari Presiden Jokowi itu dilanjutkan oleh Ganjar-Mahfud MD,” sambungnya.

Herry menuturkan masa kampanye ini akan menjadi peneguhan identitas politik dari setiap paslon yang selama ini masih belum terbaca publik. “Selama ini kita mungkin bisa lihat belum tampak capres atau cawapres arahnya ke mana, konsen ke mana, spesialisasi di mana,” ujarnya.

Minim dampak

Di tempat terpisah, pakar otonomi daerah Prof. Dr Djohermansyah Djohan mengingatkan bahwa membangun Indonesia dari desa membutuhkan komitmen yang besar. Jika melihat empirik, praktek yang terjadi di masa pemerintah Presiden Jokowi, dua periode, hasilnya jauh panggang dari api.

Dalam catatannya, Program Dana Desa senilai 1 milyar per desa sejak 2015 sampai dengan Maret 2021 hanya mampu menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 1,11 persen. “Jadi, memberi bantuan dana saja tidak cukup dalam pembangunan. Harus ada penguatan kapasitas tata kelola pemerintah dan pembangunan desa,“ ujarnya.

Seberapapun banyaknya dana desa, jika pengelolaannya buruk pasti akan menguap, dan tidak memberi manfaat bagi warga desa.  “Tata kelola dan pembangunan harus kita siapkan, jadi pengelolaan uang perlu akuntabel, transparan. Kelolanya dengan penuh manfaat bagi masyarakat desa, bukan bagi elit desa, kepala dan perangkatnya,“ tegasnya.

Dia mengusulkan agar Desa bisa kembali pada kearifan lokal masing-masing. Menggunakan sistem musyawarah mufakat, dan memenuhi kebutuhannya tanpa arahan berlebih dari pusat.

“Pengucuran dana desa dari pusat Rp 1 miliar sudah ditandai untuk ini-itu. Padahal, kebutuhan di desa itu tidak ada. Mereka lebih membutuhkan pupuk, perbaikan jembatan rusak agar anak sekolah tidak gelantungan, kan desa yang tahu,” jelasnya.

Calon presiden Ganjar Pranowo memulai kampanye politiknya di sebuah Desa di Merauke. Dia ingin menyampaikan pesan kuat  bahwa pasangan Ganjar-Mahfud menjadi desa sebagai sentra pembangunan nasional.  (*)

editor: RED

Jangan Ragukan Komitmen Ganjar Bangun Desa

Share ini
Continue Reading

Politik

Mahfud Janji Tingkatkan Kesejahteraan Guru Ngaji

Redaksi

Published

on

By

Share ini

JAKARTA, BLALAK–Hari pertama putaran kampanye, Selasa (28/11/2023), calon wakil presiden Mahfud MD tampil di hadapan ribuan massa di wilayah Aceh. Dia berjanji akan meningkatkan kesejahteraan guru mengaji dan tenaga pendidik keagamaan agar bisa setara dengan guru lain.

“Kami sudah mencantumkan program unggulan untuk Aceh, yaitu Program Unggulan Guru Ngaji. Program itu akan menghitung secara cermat, menyediakan secara sungguh-sungguh dana untuk para Ustadz” kata Mahfud.

Dengan meningkatnya kesejahteraan bagi guru ngaji, Mahfud berharap program ini akan berkotribusi pada pembangunan moral dan karakter anak-anak Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.

Program nasional

Sementara itu, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengungkapkan program unggulan pasangan  Ganjar Pranowo-Mahfud MD yakni Dana Guru Ngaji merupakan hal yang bagus. Program ini merupakan keberlanjutan dari program Ganjar Pranowo saat masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah.

“PPP meminta Ganjar Pranowo – Mahfud MD  mengalokasikan APBN untuk insentif guru keagamaan setiap tahun. Keberhasilan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah dalam mengangkat derajat guru keagamaan harus bisa menjadi program nasional,” terang sosok yang akrab disapa Awiek itu.

Menurutnya, Di Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengalokasikan anggaran Rp247 miliar per tahun melalui APBD Provinsi Jateng untuk insentif guru keagamaan baik muslim maupun nonmuslim. Insentif itu untuk memberikan penghargaan kepada guru informal seperti guru mengaji, guru madrasah diniyyah yang selama ini tidak mendapatkan perhatian negara.

Padahal mereka telah mendidik generasi muda melalui penanaman akhlak, moral, budi pekerti, sehingga mampu membentuk pribadi yang berintegritas. Karena itu, Awiek menegaskan keberhasilan Ganjar di Jawa Tengah hanya bisa berlaku nasional jika Ganjar-Mahfud memenangi Pilpres 2024. “Itu memang kita titipkan dari awal ke Ganjar-Mahfud. Inisiasi dari PPP,” pungkasnya.

 

Calon Wakil Presiden Mahfud MD berkampanye di Aceh, Selasa (28/11/2023).

Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Prof Kacung Marijan mendorong pasangan calon presiden dan calon wakil presiden memahami akar masalah di dunia pendidikan sebelum menggelontorkan program.

Termasuk komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan guru mengaji dan guru agama lain.  “Ya, saya sih nantinya positif. Hanya, semua calon harus memahaminya secara komprehensif, tidak parsial,” ujar Prof Kacung.

Serba terbatas

Isu pendidikan, menurut dia, sangat kompleks, sehingga perlu komitmen serius untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia. “Mulai kualitas pendidikan, sarana prasarana yang terbatas, sampai kualitas pendidiknya juga terbatas,” sebut Prof Kacung.

Maka dari itu, jika para paslon berani bicara kesejahteraan para guru, dia berharap bukan hanya guru agama saja. ”Apa pun jenis gurunya, agama atau bukan,” imbuh Prof Kacung.

Para Paslon perlu melihat keadaan di lapangan, seperti apa ‘Pahlawan Tanda Jasa’ bekerja, mengabdikan diri pada bangsa. Mendengar cerita dan harapan para guru sehingga nantinya melahirkan kebijakan yang berkelanjutan.

Dalam hal kontestasi dan elektoral, isu kesejahteraan guru menjadi hal yang seksi. Karena terkait dengan Nasib jutaan orang. Untuk itu, para calon pemimpin jangan sekedar melempar janji, namun akan menepatinya saat mereka berkuasa. “ Siapapun pemenangnya, ya memang harus berusaha merealisasikannya,” tandas Prof Kacung. (*)

editor: RED

Jangan Ragukan Komitmen Ganjar Bangun Desa

Share ini
Continue Reading
Advertisement

Kategori

Video

 

Advertisement

Trending

Copyright © 2017 Zox News Theme. Theme by MVP Themes, powered by WordPress.